Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris mengatakan, isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia ( PKI) merupakan sesuatu yang tidak nyata.
Dia mengatakan, dari hasil survei opini publik yang dilakukan oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) dapat disimpulkan, isu kebangkitan PKI hanya merupakan fenomena dunia maya, bukan dunia nyata.
Hal tersebut didukung oleh persepsi publik yang tidak setuju dengan isu kebangkitan PKI. Survei SMRC mengungkap bawa yang tidak percaya dengan kebangkitan PKI mencapai 86,8 persen responden.
"Jadi, ini bukan sesuatu yang nyata. Dengan kata lain, sesuatu yang diada-adakan, diciptakan. Sesuatu yang dimobilisasi untuk tujuan tertentu, bisa politik, bisa ekonomi," kata Syamsuddin dalam paparan hasil survei SMRC, Jakarta, Jumat (29/9/2017).
(Baca juga: Survei SMRC: Mayoritas Warga Tidak Percaya Sedang Terjadi Kebangkitan PKI)
Mengenai aktor yang menggunakan isu kebangkitan PKI untuk memobilisasi opini publik, Syamsuddin menuturkan bisa dilakukan siapa saja.
"Banyak pihaknya. Ada yang anti-Jokowi, ada yang ingin berkuasa pada 2019, ada politisi busuk, ada pengusaha hitam, ada kaum radikalis agama. Mereka lah yang memanfaatkan isu kebangkitan PKI," kata Syamsuddin.
Menurut dia, isu kebangkitan PKI ini memang dimobilisasi oleh elite untuk kepentingan kekuasaan, yaitu eskalasi kekuatan menuju Pemilu 2019.
"Bahwa kemudian survei ini mengkonfirmasi persepsi itu kebetulan oleh sebagian pendukung Prabowo, PKS, PAN, dan Gerindra, itu sesuatu yang tidak terelakkan," kata dia.
(Baca: Survei SMRC: Lebih Banyak Pendukung Prabowo Percaya PKI Bangkit Dibanding Jokowi)
Tiga Indikator PKI Bangkit
Hasil survei SMRC juga menunjukkan kesimpulan bahwa isu kebangkitan PKI lebih dipercaya oleh kaum muda (di bawah 21 tahun), laki-laki, Muslim, perkotaan, berpendidikan tinggi, dan berpendapatan tinggi.
Syamsuddin sependapat dengan hasil survei tersebut. Namun, ia menambahkan, yang percaya isu kebangkitan PKI adalah orang-orang yang tidak mau mencoba memahami sejarah bangsa.
Sejarah itu terkait bagaimana sesungguhnya masalah PKI, tidak hanya saat Peristiwa 65 tetapi juga sebelum itu.
"Jadi, yang paling pokok bagi saya di sini adalah survei SMRC ini mengkonfirmasi isu kebangkitan PKI itu sesuatu yang memang diciptakan. Bukan sesuatu yang nyata," kata Syamsuddin.
Menurut dia, untuk menunjukkan bahwa PKI itu memang nyata-nyata bangkit, setidaknya dibutuhkan tiga indikator.
Pertama, adanya wadah atau organisasi terkait paham komunisme itu.
"Saya kira tidak ada saat ini. Apa wadahnya? Jelas bukan PKI," kata Syamsuddin.
(Baca juga: "Ngapain Ribut soal PKI, Fokus Saja Ancaman Korupsi dan Intoleransi")
PKI sebagaimana diketahui, telah dinyatakan sebagai organisasi politik terlarang melalui TAP MPRS Nomor 25/1966.
Kedua, ada pemimpin atau tokoh dari gerakan atau organisasi berpaham komunisme itu.
"Apa ada tokohnya? Enggak ada juga. Tidak bakal ketemu. Memang itu isu yang dibuat-buat," tuturnya.
Indikator terakhir, yaitu kencangnya isu yang diusung oleh "organisasi jelmaan PKI" tersebut di masyarakat. Entah itu isu kemiskinan, kesenjangan sosial, atau ketimpangan.
"Oleh sebab itu, sejak awal bahkan sebelum survei SMRC, saya pikir isu ini sesuatu yang mengada-ada, tidak nyata, dan tidak ada indikasinya," kata Syamsuddin.
sumber http://nasional.kompas.com/read/2017/09/29/17215241/isu-kebangkitan-pki-dinilai-punya-tujuan-bisa-politik-atau-ekonomi.
Demikian artikel yang saya lampirkan dari sumber yang saya kutip. Bila ada kata kata yang salah dan ada salah penuturan dalam penyampaian. Redaksi mohon beritahu saya agar saya bisa membenahinya dan membetulkannya demi untuk mendorong kesempurnaan redaksi. Dan saya ulangi dan tegaskan lagi bahwa semua artikel yang ada didalam blog saya murni adalah hasil cuplikan dari redaksi lqin
Komentar
Posting Komentar